Header Ads

Dia Pergi dan Tak Kembali


Muhammad bin Al Munkadir rahimahullah menceritakan kejadian haru itu:

"Ada satu tiang di Masjid yg sudah aku anggap sebagai tiang milikku, karena terlalu sering aku gunakan sebagai sandaran dan sutrah.

    Waktu itu penduduk madinah tertimpa  kemarau. Sekian lama tidak turun hujan. Maka para ulama dan penduduk sekitar beristisqo' (meminta hujan) kepada Allah. Berulangkali mereka adakan shalat istisqo' namun dengan hikmahNya, Allah belum juga menurunkan hujan.

   Tibalah Malam itu, setelah sholat isya' ketika aku sedang bersandar ke salah satu tiang, tiba-tiba masuk seorang laki" hitam (karena gelapnya malam) mengenakan pakaian tebal dan bersarung.

ia berdiri di depanku dan sholat 2  rakaat. Setelah itu ia berdo'a:

  "Duhai Rabbku, penduduk tanah haram (madinah) berulang kali memohon turunnya hujan kepadaMu, namun  belum juga Engkau ijabahi, maka malam ini Ya Rabb, aku berjanji tidak akan pernah berhenti berdoa hingga Engkau turunkan hujan"

    Kedua tangannya belum turun, ia terus berdoa. Hingga akhirnya aku mendengar suara guntur dan guyuran hujan. Malam itu hujan benar-benar turun begitu deras membuatku tidak bisa pulang.

   Dalam hatiku ada decak kagum terhadap orang ini.

Bayangkan, para ulama dan penduduk madinah berulangkali meminta hujan dan belum terkabulkan. Namun ketika laki-laki ini berdoa, Allah langsung turunkan hujan. Itulah yg membuat Muhammad bin Al Munkadir penasaran, siapa laki-laki itu?

Beliau melanjutkan cerita:
Setelah turun hujan, laki-laki ini berkata: "Duhai Rabbku, siapalah aku sehingga Engkau sudi mengijabahi permohonanku!? Segala puji bagiMu Ya Rabb, malam ini aku akan terus sholat sebagai  bentuk ungkapan rasa syukurku kepadaMu"

Kemudian ia bangkit membenahi posisi sarungnya dan sholat hingga menjelang subuh

Setelah subuh aku berniat mengikutinya. Namun aku kehilangan jejak dan tidak tahu kemana ia pergi.

   Hari esoknya setelah subuh, aku kembali membuntutinya hingga sampai depan rumah. Barulah aku tahu dimana ia tinggal.

Ketika siang hari aku menyengaja bertamu. Oh ternyata ia seorang pembuat sepatu. Melihat kedatanganku Ia menyambut: "Selamat datang Abu Abdullah Muhammad bin Al Munkadir (seorang alim yg terkenal), ada yg bisa saya bantu?"

"Apakah engkau orang yg berdoa malam itu?" Tanyaku singkat. Seketika wajahnya legam padam dan berteriak: "Ibnul Munkadir, Kenapa engkau bertanya seperti itu?"

Ia terlihat sangat geram dan marah. Sepertinya aku harus segera pergi.

    Hari berikutnya, aku menantinya di masjid. Akan tetapi dari malam hingga subuh aku sama sekali tidak melihatnya. Inna lillah, ada apa yah?apa yg telah aku perbuat padanya!?

   Pagi itu, selasai berdzikir aku pun bergegas mendatangi rumahnya. Namun aku mendapati pintu rumah terbuka dan kosong tidak ada seorang pun.

   Pemilik rumah kontrakan tersebut menanyaiku: "Wahai Muhammad bin Al Munkadir, apa yg telah engkau katakan padanya?"

   Lantas aku balik bertanya: "emang kenapa?" Ia menjawab: "Kemarin, setelah kau pergi, ia mengemasi semua barang dalam kainnya lalu pergi, entah kemana aku juga tidak tahu?

Subhanallah ...

Muhammad bin Al Munkadir mengatakan:
"Aku tidak menyisakan satu rumah pun di madinah kecuali aku tanyakan kepada mereka keberadaannya, namun semua itu nihil, aku belum juga menemukan dirinya, semoga Allah merahmatinya"

Mingkin Anda bisa membantu? kemana laki-laki sholeh itu pergi?

Saudaraku ...
Tahukah, sebenarnya
ia sedang  pergi dari ketenaran dan dikenal banyak orang...

Menuju keterasingan dan kesendirian agar lebih tulus dalam beribadah.

Banyangkan, ia sama sekali tidak kembali ...
Walupun sekedar mencicipi sedikit. Ia tidak kembali, Karena ia paham, popularitas adalah fitnah.

Untukmu ...
jiwa yg selalu menggebu-gebu agar dikenal, naik ratingnya, banyak fans dan followers nya ...
sehingga mempengaruhi motivasinya dalam beribadah dan beramal.

Ketahuilah, Anda salah haluan !!

Seharusnya, prioritas kita adalah harum di kolong langit, sekalipun tidak pernah terdengar gaungnya oleh penduduk bumi.

Allahul muwaffiq

=======
Di tulis oleh:
Ustadz. Fachrurozi
Di ambil dari kitab:
Sifatu Shofwah jilid 2, hal: 190-192
Ahad, 2 Safar 1439


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.